Mungkin gak ada orang yang mau mengakui, apalagi di instansi pemerintah, kalau Indonesia sedang mengalami keterpurukan ekonomi terparahnya sejak tahun 1998 dan pandemi 2020 lalu. Gw pun sudah mengalami pahitnya layoff wave tahun ini dan merasakan sulitnya perjuangan mencari lagi pekerjaan baru. Spesifiknya di niche gw, yaitu dalam bidang IT. Selama itu, gw melakukan banyak kontemplasi terhadap apa yang terjadi dengan gw dan sekitar gw. Skill apa yang gw kurang untuk memantapkan karir gw, sampai kenapa perekonomian kita bisa berada di titik ini sekarang.
Gw melihat ada beberapa postingan di Threads yang mention satu hal ini : Premature Deindustrialization. Salah satu konsep yang gw pikir adalah salah satu alasan kenapa perekonomian kita gak bisa semakmur yang rakyat harapkan.
At face value, sebenernya postingan ini itu lebih menekankan ke tips buat para software engineer seperti gw bisa survive di tengah Tech Winter yang berat ini. Tapi sepertinya buat gw, gw jadi semakin yakin bahwa ada satu alasan besar kenapa kita mengalami deindustrialisasi ini : Ada gap antara tahun 1998 dan era Jokowi dimana pemerintah mengabaikan industrialisasi ekonomi kita
Kenapa gw bisa menyimpulkan itu? Oke, gw jelasin dulu
“Ada gap antara tahun 1998 dan era Jokowi dimana pemerintah mengabaikan industrialisasi ekonomi” – bukan Abi
Disclaimer : gw belum ada data point apa-apa yang valid untuk mendukung tulisan gw. Gw cuman bermodalan konteks sejarah, dan sedikit teori ekonomi umum yang sudah ada. Dalam artian, ini murni opini pribadi.
1. Premis
Mungkin di kelas agama Islam kita sempat diajarkan adanya konsep “masyarakat madani”. Konsep dimana masyarakat suatu negeri memiliki rakyat yang sejahtera, intelek, beradab, dan hidup dibawah mindset modern, atau ya kalau dibahasa arab kan lagi, ‘madaniah’, seperti yang umat Islam pernah rasakan pada zaman khilafah berabad-abad lalu.
Namun, beda seperti zaman khilafah di mana masyarakat yang madani ini berbasis pada penaklukan daerah dan penyebaran ajaran agama secara fundamental di daerah yang ditaklukan, dunia yang sudah merasakan masa damai yang cukup lama ini memiliki cara baru untuk mencapai bangsa yang madani ini : perekonomian yang kuat.
Nah, gimana cara membangun perekonomian yang kuat ini?
Beberapa ekonom setuju bahwa harus ada beberapa fase suatu bangsa harus lewati untuk memiliki ekonomi yang kuat
- Fase perekonomian agrikultur / ekstraktif : masyarakat masih bersifat feudal, dan bergantung sama penarikan sumber daya alam yang sudah ada
- Fase perekonomian manufaktur / industri : masyarakat sudah bisa mengolah sumber daya alam mentah mereka, dan mulai merakit barang jadi dengan apa yang mereka punya melalui mesin dan pabrik
- Fase perekonomian litbang / R & D : masyarakat mulai belajar banyak terhadap penggunaan mesin dan pabrik yang mereka punya, dan mencari cara paling efisien untuk mengolah sumber daya mereka.
- Fase perekonomian service based : masyarakat yang sudah terpelajar dari banyaknya litbang yang sudah mereka lakukan, mereka dapat menyebarkan pengetahuan dan jasa mereka secara domestik, dan internasional

Di awal-awal fase ini, masyarakat masih bersikap feudal, dan individualis. Menggantungkan perekonomian mereka pada tanah, hasil pertanian mereka, atau hasil pertambangan mereka. Baru di fase akhir, service based economy, baru perekonomian berputar secara berkelanjutan melalui belanja besar-besaran dari masyarakatnya.
Mau contoh? Oke
Korea Selatan berhasil menggenjot industrialisasinya melalui berbagai kerjasama dengan para chaebols mereka pada tahun 1970an. Yang awalnya bertujuan untuk meningkatkan industri pertahanan mereka, para chaebols ini dengan pengetahuan mereka lanjut mengembangkan TV, mobil, HP, dsb.

Eropa sudah mengalami industrialisasi mereka dari berabad-abad lalu melalui revolusi industri

Atau contoh paling dekat, Cina. Salah satu negara dengan proses industrialisasi yang paling cepet, mulai dari 1990an sampai sekarang

Wait, contoh paling dekat? Singapura gimana?
Well, mereka juga kok, tapi beda seperti negara-negara di atas, apparently mereka harus “terpaksa” skip industrialisasi dan lanjut gas ke fase service based economy lewat beberapa cara yang pintar. Nanti deh mungkin kita bisa bahas cara lain Singapura bisa maju tanpa industrialisasi domestik.
Tapi mungkin pertanyaannya adalah…”pernah gak sih Indonesia mengalami fase industrialisasi ini kayak di negara lain?”
Jawab + Spoiler Alert : Pernah kok, dulu, pas orba
2. Salim Group : Kisah ‘Cukong’ Orde Baru
Mau segimanapun kita denial dengan fenomena ini, gak bisa dipungkiri bahwa banyak orang-orang Cina yang ada di Indonesia mahir dalam berbisnis. Salah satu dari pebisnis handal itu adalah Lim Sioe Liong, alias Sudono Salim, salah satu pencetus Salim Group

Pada tahun 1960an, setelah kekuasaan Soeharto sudah bersifat absolut dan era Orde Baru dimulai, Soeharto langsung bergerak dan meminta bantuan perekonomian dari Amerika berupa bahan pokok makanan, Amerika Serikat membantu dengan memberikan bahan pokok apa adanya. Bahan pokok tersebut adalah gandum. Sebagai negara yang rakyatnya lebih doyan makan nasi, ini cukup mengecawakan berhubung Soeharto awalnya meminta bantuan berupa impor beras.
Namun, bagi Salim, ini adalah kesempatan emas untuk membangun usahanya.
Dengan koneksi aman dari Soeharto yang sudah mengenal Salim sejak Soeharto masih jadi Pangdam Diponegoro Semarang tahun 1950an, Salim mendapatkan izin untuk membangun pabrik penggilingan gandum untuk mengolah gandum yang sudah diberikan AS. Cikal bakal dari Bogasari. Bisnis penggilingan gandum ini kemudian berekspansi ke produksi mie dan biskuit melalui Indofood.

Di waktu yang sama, Soeharto pun juga fokus untuk melanjutkan Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun). Salah satu programnya adalah untuk meningkatkan produksi semen lokal untuk pembangunannya. Salim pun mengambil kesempatan ini dengan membangun pabrik Semen Tiga Roda

Ini baru contoh dari satu ‘cukong’ yang telah turut andil dalam kemajuan industri Indonesia. Kita bisa memperdebatkan praktik monopoli, KKN, dan kroniisme yang sudah dilakukan para cukong ini selama masa Orba. Tapi tidak dapat dipungkiri lagi, bahwa grup seperti ini adalah bagian dari exposure Indonesia terhadap industrialisasi yang membantu Indonesia membangun perekonomiannya dengan pertumbuhan GDP lebih dari 5% selama mayoritas masa Orba.

Pertumbuhan ekonomi ini pun juga ditopang lagi oleh subsidi BBM yang digunakan baik oleh rakyat kecil sampai bisnis besar. Dan belum lagi dari pembukaan investasi luar negeri besar-besaran yang dilakukan saat itu.
sampai…
2. 1998 : Runtuhnya Motivasi Industrialisasi Indonesia

Nah, tahun 1997, muncul lah krisis moneter
Dari krisis ini, mulailah terkuak praktik KKN yang menggerogoti pemerintahan Indonesia. Hutang IMF tidak digunakan dengan baik, Indonesia kesulitan membayar hutangnya, dan bisnis para cukong yang tertopang atas subsidi dan manajemen finansial pemerintah pun juga ikutan runtuh.
Dan yang paling parahnya lagi, semua pihak yang bisa disalahkan, disalahkan oleh rakyat yang sudah geram dengan pemerintahan otoriter Soeharto ini. Salah satu pihak yang dikambinghitamkan ini adalah etnis Cina. Salim beserta dengan bisnisnya pun tidak luput dari kambing hitam ini. Dengan lemahnya kendali Soeharto, pelindungnya sejak Orde Lama, Salim pun juga kehilangan propertinya dan bisnis nya rugi besar-besaran karena penjarahan pasar dan swalayan dimana-mana. Karena ini, beliau pun memutuskan untuk kabur dan memindahkan sisa asetnya ke luar Indonesia, seperti ke First Pacific.
Semenjak itu, gimana dengan industrialisasi yang sudah ada selama 32 tahun? Ya…lenyap begitu aja
3. Efek Samping

Para pengusaha sekarang lebih mengisolasi diri dari kerjasama (baca : praktik KKN) antar pemerintah, dan lebih pilih menyimpan dan mengolah kekayaannya mereka tanpa intervensi pemerintah (contoh gampang : lihat BSD), melemahkan ease of doing business pemerintah Indonesia. Dengan politik yang terdesentralisasi pun, bisnis bentuk apapun semakin sulit berkembang di Indonesia, karena keamanan dan otonomi daerah diserahkan ke pemerintahan lokal, menebarkan bibit jamur premanisme dan birokrasi yang ruwet.
Terjebak sama permainan politik yang diwariskan dari runtuhnya Orde Baru, beserta dengan eksperimen “demokrasi” yang diterapkan setelahnya, pemerintahan Indonesia sepertinya gak ada waktu untuk fokus kepada bisnis dan perekonomian.
Nah, dengan sedikitnya bisnis lokal yang kompetitif, sedikit juga kesempatan kerja produktif yang dapat menciptakan inovasi dan perkembangan teknologi. Kita sekarang hanya tersisa oleh bisnis yang masih mau berjualan di pasar Indonesia.
4. Upaya Pemerintah

Sebenarnya, ada beberapa usaha yang dilakukan pemerintah zaman Megawati dan SBY untuk memutar perekonomian masyarakat, dan banyak yang sebenarnya bisa dibilang positif kalau dilihat dari suatu sisi. Subsidi BBM adalah salah satunya. Dengan BBM lebih murah, daya beli masyarakat cukup meningkat, dan komoditas harga tidak selepas bebas sekarang. Namun, subsidi ini tidak dibarengi dengan pembangunan infrastruktur yang memadai dan perbaikan birokrasi yang efektif untuk mempermudah bisnis untuk berjalan dengan lancar. Subsidi BBM zaman SBY lebih berfokus untuk mencegah ketidakstabilan politik.
Sampai, orang ini muncul….

Baru setelah Jokowi menjadi presiden, infrastruktur dan efisiensi birokrasi dilirik oleh pemerintah. Beliau tahu bahwa negara ini tidak bisa selama-lamanya bergantung kepada upaya peningkatan perekonomian jangka pendek seperti subsidi BBM. Karena itu, mulailah bapak ini kerja untuk menggenjot pembangunan infrastruktur dimana-mana

Jalan tol dibangun sana-sini, rel kereta diperpanjang, kereta cepat dikembangkan dan dibuat dari Jakarta sampai Bandung, semua dengan niat mempersiapkan Indonesia untuk bisa lebih efisien dalam kegiatan perekonomian mereka.
Semua ini ada plus nya. Namun ini belum seberapa sama keperluan masyarakat, dan masih banyak lagi tempat lain yang tidak tersentuh. Meskipun itu, semua pembangunan ini meningkatkan produktivitas masyarakat, dan ini semua adalah baseline yang akan membantu memutar roda perekonomian. Dari akses pergerakan masyarakat yang lebih luas, pengurangan gejala macet, dsb.